Bukan karena
keangkuhan dan kesombongan, apabila
seorang pahlawan mempunyai rasa harga diri dan keterhormatan yang tinggi.
Keangkuhan dan
kesombongan berasal dari akar yang berbeda dengan rasa harga diri dan
keterhormatan. Tampak luar antara
keduanya memang sering sangat mirip, dan karenanya banyak orang mudah tertipu.
Keangkuhan dan
kesombongan berasal dari pandangan
terhadap diri sendiri yang sering berlebihan, sejenis pemujaan
(narsisme), dan karenanya menimbulkan perasaan "lebih" dari orang lain.
Dan karenanya (lagi),
sering mendorong pelakunya meminta orang lain memperlakukannya dengan
cara berbeda. Boleh jadi, ia memang
mempunyai alasan objektif untuk angkuh, misalnya karena talenta dan prestasinya.
Akan tetapi, keangkuhan
dan kesombongan menciptakan "pelipatgandaan perasaan" dalam
dirinya: sesuatu yang membuatnya
merasakan kesan atas talenta dan prestasinya yang memang ada, melampaui
kadarnya yang
wajar. Inilah yang kemudian mendorongnya menuntut perlakuan berbeda.
Harga diri dan
keterhormatan adalah tuntutan akan kelayakan.
Sumbernya adalah rasa percaya diri akan kemampuan diri sendiri, namun kemudian
diperkuat oleh dorongan-dorongan intrinsik, atau naluri
kepahlawanan yang
membuatnya selalu ingin melakukan perbuatan-perbuatan terhormat. Akarnya menukik
jauh pada kesadarannya
yang mcndalam akan makna keluhuran dan
kehormatan yang wajar. Kesadaran seperti ini selanjutnya menciptakan
kesadaran akan citra diri yang tinggi:
ini bukan kegilaan akan rasa hormat, tetapi sebuah konsistensi terhadap
makna keluhuran dan kehormatan.
Rasa harga diri dan
kehormatan menimbulkan "rasa malu"
yang sangat ekspresif. Inilah kekuatan paling dahsyat dalam diri seorang
pahlawan yang senantiasa mencegahnya
melakukan perbuatan-perbuatan yang hina
dan tercela. Apabila kita kemudian mewarisi sebuah sabda dari Rasulullah saw
tentang bagaimana rasa malu merupakan
salah satu cabang dari iman, maka mengertilah
kita mengapa Rasulullah saw sangat menanamkan
kesadaran akan makna keluhuran dan kehormatan
pada diri setiap muslim. Bahkan, beliau menegaskan lebih jauh, bahwasannya semua
perbuatan hina
dan tercela bermula ketika rasa malu itu mulai hilang dalam diri
seseorang.
"Silakan
melakukan apa saja, jika kamu sudah tidak punya rasa malu," demikian sabdanya. Rasa harga diri dan
keterhormatan yang lahir dari kesadaran
akan makna keluhuran dan kehormatan akan didukung oleh rasa percaya diri yang kuat
dan didorong oleh
naluri kepahlawanan yang cermat. Semua itulah yang kemudian kita temukan
manakala Abu Bakar memutuskan
untuk memerangi orang-orang yang murtad
dan tidak mau membayar zakat. "Apakah layak ajaran agama ini mulai
berkurang sementara aku masih hidup ?" kata Abu Bakar
dalam pembelaannya.
Tidak! Maka, rasa
harga diri dan keterhormatan yang demikian
menciptakan soliditas dalam struktur jiwa kita. Adapun keangkuhan dan
kesombongan menciptakan keterbelahan
dalam diri kita. Sebab, orang-orang yang angkuh dan sombong, sesungguhnya
menyembunyikan kekerdilan
jiwanya di balik mulutnya yang besar.
No comments:
Post a Comment