Sumber energi penciptaan dalam diri kita terletak di kedalaman jiwa
kita, yaitu sebuah wilayah kecil yang harus senantiasa terjaga ketat, itulah
yang ingin saya sebut sebagai wilayah kegembiraan. Di sana tersimpan energi
jiwa yang sangat dahsyat, itulah optimisme.
Optimisme adalah buah dari harapan. Dan harapan, kata Rasulullah saw
adalah rahmat Allah SWT pada umatku. Jika bukan karena harapan, kata beliau
lagi, niscaya takkan ada orang yang mau menanam pohon dan takkan ada ibu yang
mau menyusui anaknya.
Optimisme adalah harapan yang matang, keyakinan dan kepercayaan pada
waktu, atau tepatnya pada masa depan, yang menjelma jadi energi jiwa yang
dahsyat. Dari sana para pahlawan mukmin sejati menemukan dorongan jiwa yang tak
pernah habis, untuk terus bekerja dan bekerja, berkarya dan berkarya lagi. Optimisme
adalah gelora jiwa, tetapi riak dan gelombangnya adalah kegembiraan.
Akan tetapi, tantangan yang paling berat bagi para pahlawan adalah saat
mereka kehabisan energi tersebut, kehabisan optimisme, dan kehilangan
kegembiraan jiwa. Disitulah waktu menjadi sangat mencekam, karena mereka harus
melaluinya tanpa gairah.
Situasi seperti itu biasanya terjadi pada kasus di mana kita mengalami
kegagalan berulang-ulang, atau ketidakberdayaan yang terlalu kelihatan di depan
tantangan yang terlalu berat. Seperti ketika kita hendak memanjat sebuah tebing
tinggi, lalu kita gagal dan gagal lagi, berusaha dan berusaha lagi, tetapi
tetap gagal dan gagal lagi.
Ancaman paling berbahaya dari kegagalan yang berulang-ulang adalah
hilangnya harapan, lenyapnya optimisme, dan habisnya kegembiraan jiwa kita.
Kita akan kehilangan kepercayaan pada waktu dan pada diri kita sendiri.
Akan tetapi, para pahlawan mukmin sejati selalu mengetahui apa yang
harus mereka lakukan dalam situasi seperti itu. Mereka biasanya memilih untuk bersikap
lebih santai. Mereka biasa mengatakan,
"Tinggalkan urusan itu. Lakukan sesuatu yang lain." Namun,
mereka sebenarnya tidak meninggalkan urusan itu. Mereka mungkin kelihatan
sedang melakukan sesuatu yang lain, tetapi sebenarnya mereka hanya mau memikirkan
urusan itu dari kejauhan. Mereka menjaga jarak jiwa mereka dari urusan itu
untuk tetap mempertahankan wilayah kegembiraan jiwanya dari serbuan keputusasaan.
Mereka memilih untuk santai, tetapi dari sana mereka menemukan cara pandang
baru, atau inspirasi baru terhadap urusan dimana mereka telah gagal secara
berulang-ulang.
Itulah siasat pengalihan. Dengan siasat itu, para pahlawan mukmin sejati
selalu mampu melindungi wilayah kegembiraan jiwanya dari serbuan keputusasaan. Dengan
siasat itu, mereka memberi jeda kepada jiwa mereka untuk bernafas, mengumpulkan
tenaga kembali, untuk kemudian memulai dan memulai lagi.
Para pahlawan mukmin sejati hanya percaya sukses, sebab kegagalan
hanyalah usaha yang belum berjodoh dengan takdir.
No comments:
Post a Comment