Ketika perang dunia kedua
meletus tahun 1942, Soekarno
meramalkan bahwa kawasan pasifik pasti
akan menjadi medan tempur yang sengit. Semua
pihak pasti lelah. Belanda dan Jepang tidak akan mampu
mengurus tanah jajahannya. Dan, inilah kesempatan
emas untuk merdeka. Tahun 1945, Soekarno
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dan
Bangsa Indonesia pun menobatkannya sebagai pahlawan
nasional.
Menjelang setiap momentum
kepahlawanan selalu akan
ada sebuah pekerjaan berat: pengambilan keputusan.
Kelihatannya mudah untuk mengatakan bahwa
keputusan dapat diambil secara tepat manakala ada
informasi yang cukup dan akurat. Namun, itu dalam situasi
normal, sedang momentum kepahlawanan biasanya justru
muncul dalam situasi tidak normal. Dalam keadaan
seperti ini, rasionalitas menjadi tidak mandiri. Ada
kekuatan lain yang lebih menentukan: firasat. Ia hadir
di ujung rasionalitas, dan tangannyalah yang akan mengetuk
palu, setelah itu: Anda jadi pahlawan atau tidak
sama sekali.
Maka, di sini tersembunyi
sebuah perjudian, sebuah spekulasi:
sebab firasat menyerupai usaha peramalan yang
tidak mempunyai "dalil" selain dari keyakinan yang menumpuk dalam hati, kukuh, dan kuat.
Dalam ruang hati itu tidak ada
lagi tempat bagi keraguan, kegamangan,
dan kekhawatiran. Nasib digariskan di sini, dan
sejarah hanya akan memotret dan mencatatnya. Tidak
lebih.