Seseorang tidak menjadi
pahlawan karena ia melakukan pekerjaan-pekerjaan kepahlawanan sepanjang
hidupnya. Kepahlawanan seseorang biasanya mempunyai momentumnya. Ada potongan waktu
tertentu dalam hidup seseorang dimana anasir kepahlawanan menyatu padu. Saat
itulah ia tersejarahkan.
Akan tetapi, kita tidak
mengetahui kapan datangnya momentum itu. Yaitu, kematangan pribadi dan peluang sejarah.
Simaklah firman Allah SWT, "Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna
akalnya, Kami berikan padanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan..."
(Al-Qashash: 14)
Usaha manusiawi yang dapat
kita lakukan adalah mempercepat saat-saat kematangan pribadi kita. Ini jenis
kerja kapitalisasi asset kesejarahan personal kita. Yang kita lakukan di sini
adalah mengumpulkan sebanyak mungkin potensi dalam diri kita, mengolahnya, dan
kemudian mengkristalisasikanya. Dengan cara ini, kita memperluas "ruang
keserbamungkinan" dan sedikitnya membantu kita menciptakan peluang
sejarah. Atau, setidaknya mengantar kita untuk berdiri di pintu gerbang sejarah.
Para pahlawan mukmin sejati
tidak pernah mempersoalkan secara berlebihan masalah peluang sejarah. Kematangan
pribadi seperti modal dalam investasi. Seperti apapun baiknya peluang Anda, hal
itu tidak berguna jika pada dasarnya Anda memang tidak punya modal. Peluang
sejarah hanyalah ledakan keharmonisan dari kematangan yang terabadikan. Seperti
keharmonisan antara pedang dan keberanian dalam medan perang, antara kecerdasan
dan pendidikan formal dalam dunia ilmu pengetahuan. Akan tetapi, jika Anda
harus memilih salah satunya, maka pilihlah keberanian tanpa pedang dalam
perang, atau kecerdasan tanpa pendidikan formal dalam ilmu. Selebihnya, biarlah
itu menjadi wilayah takdir dimana Anda mengharapkan datangnya sentuhan keberuntungan.
Kesadaran semacam ini
mempunyai dampak karakter yang sangat mendasar. Para pahlawan mukmin sejati bukanlah
pemimpi di siang bolong, atau orang-orang yang berdoa dalam kekosongan dan
ketidakberdayaan. Mereka adalah para petani yang berdoa di tengah sawah, para
pedagang yang berdoa di tengah pasar, para petarung yang berdoa di tengah
kecamuk perang. Mereka mempunyai mimpi besar, tetapi pikiran mereka tercurahkan
sepenuhnya pada kerja. Sekali-kali mereka menatap langit untuk menyegarkan
ingatan pada misi mereka. Namun, setelah itu mereka menyeka keringat dan
bekerja kembali.
Wilayah kerja adalah
lingkaran realitas, sedangkan wilayah peluang adalah ruang keserbamungkinan. Semakin
luas pijakan kaki kita dalam lingkaran kenyataan, semakin besar kemampuan kita
mengubah kemungkinan menjadi kepastian, mengubah peluang menjadi pekerjaan,
mengubah mimpi menjadi kenyataan.
Berjalanlah dengan mantap
menuju rumah sejarah. Jika engkau sudah sampai di depan pintu gerbangnya, ketuklah
pintunya dan bacakan pada penjaganya puisi Khairil Anwar:
Aku
Kalau
sampai waktuku
Kumau
tak seorang kan merayu
Tidak
juga kau
No comments:
Post a Comment