Buku-buku motivasi dan
pengembangan kepribadian selalu
mendoktrin kita: Mulailah dari mimpi, karena kebesaran
selalu bermula dari sana. Kalimat itu telah
menjadi sebuah 'sabda' yang diriwayatkan oleh para
motivator dan inovator dalam berbagai pelatihan manajemen,
mereka seperti menemukan sumber energi bagi
kemajuan mereka.
Adakah yang salah dengan
kalimat itu ? Tidak juga ! Akan
tetapi, kalimat itu menyimpan sebuah `syubhat' dan
itulah masalahnya. Mimpi adalah kata yang menyederhanakan
rumusan dari segenap keinginan-keinginan kita, cita-cita yang ingin kita raih
dalam hidup, atau visi dan misi.
Anggaplah ia seperti sebuah maket, maka
ia adalah miniatur kehidupan yang ingin Anda ciptakan.
Kekuatan mimpi terletak
pada kejelasannya. Sebuah keinginan
yang tervisualisasi dengan jelas dalam benak kita
akan menjelma menjadi kekuatan motivasi yang dahsyat.
Kemauan dan tekad menemukan akarnya pada mimpi
kita. Apakah artinya kemauan dan tekad bagi diri kita ? Dialah energi jiwa kita yang memberi
kita kekuatan bekerja dan
mencipta.
Ulama-ulama kita mungkin
tidak terlalu setuju menggunakan
kata mimpi. Mereka menggunakan kata "mutsul'ulya"
yang mungkin dapat diartikan sebagai cita-cita luhur
dan tertinggi dalam hidup. Itulah yang kemudian
melahirkan "hamm", sejenis kegelisahan jiwa, yang selanjutnya membentuk
"irodah" (kemauan) dan "azam"
(tekad).
Nah, dimanakah letak
syubhat itu ? Syubhat itu bernama "angan-angan". Garis
batas antara mimpi dan angan-angan
terlalu tipis, karena itulah ia menjadi syubhat. Mimpi mempunyai basis rasionalitas,
struktur dan susunan yang solid,
terbangun dari proses perenungan yang
panjang dan mendalam, terbentuk melalui pengalaman-pengalaman
hidup yang terhayati dalam jiwa
dan terolah dalam pikiran. Karena faktor-faktor pembentuk
mimpi ini begitu kuat mengakar dalam kepribadian
kita, maka mimpi biasanya tervisualisasi secara
sangat jelas, sejelas maket bangunan bagi seorang
insinyur.
Angan-angan tidak mempunyai
basis rasionalitas, dan karenanya
tidak terstruktur dan tidak tersusun secara solid,
lebih banyak lahir dari sikap melankolik, sering merupakan
sebentuk pelarian dari dunia nyata, sering juga
merupakan cara menghibur diri dari kegagalan hidup.
Angan-angan seringkali lebih mirip dengan "mimpi-bangun";
sejenis mimpi yang seakan-akan terlihat dalam
keadaan bangun.
Mimpi bersifat realistis,
tetapi angan-angan tidak terbangun
dari realitas. Mimpi adalah cara membangun sebuah
realitas, angan-angan adalah cara memanipulasi realitas.
Akan tetapi, baik para pemimpi maupun mereka yang
suka berangan-angan, biasanya mempunyai penampakan
tradisi yang sama: mereka sama-sama gemar
mengkhayal. Dunia khayalan adalah dunia para pahlawan:
dari sanalah mereka merumuskan mimpi, tetapi
tidak berangan-angan.
No comments:
Post a Comment